Dihimpit ASF, Indonesia Siapkan Strategi Pengawasan dan Perlindungan

Foto Berita

Bogor - African Swine Fever atau demam babi Afrika sudah menyebar di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa dan Asia. Kejadian terbaru dan mengkhawatirkan adalah masuknya ASF ke Timor Leste, yang berbatasan darat dengan Indonesia.

Gambar : Petugas Karantina Tanjung Pinang tengah melakukan pemeriksaan babi di Pulau Bulan, Kepri sebelum dimasukkan ke alat amgkut yang akan diekspor ke Singapura (3/10)

"Ini sangat mengkhawatirkan, tapi inilah momentum kita bersatu agar jangan sampai ASF masuk ke NKRI," ujar Agus Sunanto, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan) saat menjadi pembicara pada Seminar Internasional African Swine Fever di Bogor, Jawa Barat (19/10).

Strategi Kementan

Menurut Agus, Barantan sendiri telah mengambil posisi antisipatif terhadap situasi perkembangan penyakit yang menyerang ternak babi tersebut. Di antaranya memperketat serta meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai tempat pemasukan melalui surat edaran Kepala Barantan. Barantan juga telah berhasil menggagalkan upaya pemasukan berbagai media pembawa virus ASF, seperti daging babi, dendeng, sosis, usus, dan olahan babi lainnya.

Gambar : Agus Sunanto - Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian saat berbincang dengan awak media di Bogor (19/10)

Data di Karantina Pertanian Soekarno-Hatta memperlihatkan bahwa pada periode Januari hingga September, petugas karantina berhasil menggagalkan pemasukan media pembawa ASF sebanyak 225,28 kg yang berasal dari barang bawaan penumpang.

Selain melakukan pengawasan di pintu pemasukan di seluruh wilayah Indonesia, Agus juga menjelaskan bahwa pihaknya merangkul semua instansi terkait, baik di bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas negara seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, maskapai penerbangan dan agen perjalanan, serta dinas peternakan di daerah.

ASF Mengancam Peternakan Babi

African Swine Fever sendiri merupakan penyakit hewan eksotik dan termasuk dalam hama penyakit hewan karantina golongan I berdasarkan Kepmentan No. 3238/2009 atau belum ada di Indonesia. ASF disebabkan oleh virus DNA genus Asfivirus, familia Asfarviridae , yang dapat menyebabkan tingkat kesakitan (morbiditas) mencapai 100% dan tingkat kematian (mortalitas) pada ternak babi mencapai 100%. Oleh karenanya, menurut Agus, hal ini sangat berbahaya bagi peternakan babi di Indonesia.

Gambar : Ternak babi yang ada di Pulau Bulan, Kepri.

Sejarahnya, ASF sendiri muncul pertama kali pada tahun 1921 di Kenya dan saat ini endemik di sebagian besar sub-Sahara Afrika termasuk di Pulau Madagaskar dan telah meluas ke Benua Eropa. Kondisi terkini, wabah ASF telah sampai ke Asia yang dimulai dari Tiongkok pada bulan Agustus 2018 dan telah menyebar ke Mongolia (Januari 2019), Vietnam (Februari 2019), Kamboja (Maret 2019), Hongkong (Mei  2019), Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (Agustus 2019), Filipina, Korea Selatan dan Timor Leste (September 2019).

Penularan Virus ASF

Gambar : Agus Sunanto, Kapus KH Kehani saat berbicara pada Seminar Internasional African Swine Fever di Bogor (19/10)

Penularan ASF sendiri dapat terjadi melalui hewan hidup, baik melalui peternakan babi maupun babi liar. Mereka dapat bertindak sebagai penular, meski terlihat sehat. Juga vektor caplak lunak Ornithodoros sp dan babi liar dapat bertindak sebagai reservoir atau perantara. Babi yang positif ASF juga dapat menyebarkan (shedding) virus melalui kotoran dan berpotensi mengontaminasi berbagai peralatan kandang dan sepatu pekerja.

Penularan ASF juga dapat melalui pemberian pakan babi ( swill feeding ) dari sisa katering, sisa makanan hotel, restoran, dan sisa makanan penumpang dan awak asal negara wabah yang tidak dipanaskan minimal 70 °C selama 30 menit.

Potensi Masuknya ASF ke Indonesia

Terdapat beberapa titik kritis yang bisa menjadi celah masuknya ASF ke Indonesia seperti barang bawaan penumpang yang berupa daging babi atau produk daging babi yang diproses dengan pemanasan yang tidak cukup. Sisa-sisa katering dan sisa makanan bawaan penumpang dan awak alat angkut transportasi internasional (kapal laut, pesawat udara) yang digunakan sebagai pakan babi dapat menularkan virus ASF. Juga termasuk orang, petugas kesehatan hewan dan perlengkapannya seperti sepatu, baju, dan lainnya yang berasal atau berkunjung dari negara wabah atau tertular yang terkontaminasi pada saat mengunjungi suatu peternakan babi yang sedang wabah atau tertular.

Dampak Ekonomi

Agus menjelaskan lebih lanjut dampak ekonomi jika ASF sampai masuk ke Indonesia. Kematian akibat ASF akibat virus yang virulensi menengah berkisar 30-70% populasi, bahkan mencapai 100% pada virus yang virulensinya tinggi. Apabila dihitung 30% saja menyebabkan kematian maka kerugian peternakan babi dapat mencapai Rp 7,6 triliun.

Selain itu, Indonesia akan kehilangan pasar ekspor dan potensinya baik untuk babi maupun produk babi. Saat ini, Indonesia memiliki banyak peternakan babi dan merupakan salah satu pemasok utama bagi pasar Singapura. Berdasarkan data IQFast tahun 2018, ekspor babi hidup dari Indonesia sebanyak 279.278 ekor. Selain babi hidup, Indonesia juga mengekspor daging babi olahan sebanyak 613 kg atau bernilai sekitar Rp 837,9 miliar.

Dampak lainnya adalah hilangnya mata pencaharian peternak babi. Berdasarkan data sebanyak 285.315 peternak rakyat di Indonesia dapat kehilangan mata pencaharian. Dengan estimasi keuntungan bersih peternak sebanyak 30% dari berat hidup, maka pendapatan peternak sebesar Rp 256 miliar terancam hilang.

Selain kerugian ekonomi, menurut Agus, terdapat biaya program pengendalian penyakit ASF yang sangat tinggi yang harus dikeluarkan negara. Di antaranya untuk pengendalian lalu lintas, pengendalian vektor, biosekuriti, pemantauan dan surveilans, serta sosialisasi.

Juga ancaman hilangnya plasma nutfah asli Indonesia, yaitu babi lokal Indonesia seperti jenis babi Jawa berkutil (Sus verrucosus), babi Kalimantan (Sus barbatus), babi Sulawesi (Sus celebensis) dan Babirusa (Babyroussa babyrusa). Juga terganggunya sektor pariwisata.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita yang juga hadir dalam acara tersebut juga sepakat. Upaya pencegahan masuknya ASF ini menjadi tanggung jawab bersama, termasuk masyarakat dan media massa. Kerugian yang timbul jika ASF masuk ke Indonesia sangat besar dan akan menjadi beban masyarakat dan negara.

Agus Sunanto meminta agar masyarakat dan media turut peduli dan menginformasikan tentang bahaya ASF tersebut. "Masyarakat harus tahu ini, biar semua ikut menjaga mana yang tidak boleh dilakukan. Bukan karena kita melarang, tapi demi terjaganya NKRI," pungkasnya.

 

Narasumber ;
drh. Agus Sunanto, MP. - Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian, Kementerian