Lindungi Petani dan Peternak Indonesia, Barantan Kembangkan Inovasi Teknologi Biosensor

Foto Berita

Jakarta - Perkuat fungsi sebagai Border Protector, Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian sosialisasikan hasil penelitian tiga trobosan penerapan teknologi berbasis Biosensor. Sebagai institusi terdepan dalam pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan dan tumbuhan di Indonesia, Barantan terus ciptakan inovasi berbasis teknologi untuk memberikan fasilitas layanan pemeriksaan karantina yang cepat dan akurat.

"Tahun ini kami menyiapkan tiga trobosan inovasi teknologi untuk memperkecil risiko masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan dan tumbuhan di Indonesia. Penerapan teknologi biosensor pada proses pemeriksaan karantina akan mempercepat petugas karantina mendeteksi awal adanya media pembawa (daging celeng -red) dan jenis hama penyakit yang terbawa oleh komoditas pertanian dan dapat membahayakan pertanian dan peternakan dalam negeri," ujar Sujarwanto, Kepala Pusat Kepatuhan, Kerjasama, Informasi Perkarantinaan saat membuka kegiatan Seminar Hasil Pengembangan dan Penerapan Teknologi Biosensor sebagai Artificial Intelligence Tindakan Karantina (9/12).

 

Kepala Karantina Uji Standar, Sriyanto, menjelaskan ada tiga pengembangan teknologi biosensor yang sedang diteliti Tim di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP), dua inovasi untuk deteksi penyakit hewan dan satu inovasi untuk deteksi hama tumbuhan.

Inovasi pertama yaitu penggunaan Camera Thermal Imaging (CTI) untuk mendeteksi suhu pada hewan penular rabies. "Dengan menggunakan CTI Test ini, petugas karantina akan dapat mendeteksi suhu tubuh HPR terutama pada anjing, dengan demikian petugas akan lebih cepat mendeteksi apakah hewan tersebut sehat atau tidak," ujar Sriyanto.

Menurut Sriyanto secara umum jika kita mendapati seekor anjing mengalami demam atau suhu tubuh tinggi maka secara scientist dapat dinyatakan anjing tersebut tidak sehat dan petugas karantina dapat segera memastikan kondisi anjing tersebut lebih lanjut. "Meskipun jumlah anjing yang dilalulintaskan banyak, kita dapat memeriksa keseluruhan bukan hanya sampel saja," tambahnya.

Inovasi kedua yaitu pengembangan biosensor daging babi hutan berbasis Lateral Flow Immunoassay Test (LFIA Test). LFIA Test ini digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya target analit (kandungan daging celeng) dalam sebuah sampel. Petugas karantina cukup meneteskan ekstrak sampel daging pada alat LFIA Test tersebut, kemudian akan ada reaksi muncul dua garis merah yang menyatakan positif mengandung daging celeng atau muncul satu garis merah yang menyatakan hasil negatif.

"LFIA Test ini merupakan rapid test khusus daging babi hutan yang sangat menguntungkan karena prosedurnya sederhana, operasionalnya cepat, hasilnya cepat, dan harganya murah, dan tidak membutuhkan teknisi dengan kemampuan khusus," jelas Sriyanto.

"Semoga kemudahan penggunaan Rapid test ini diharapkan dapat menurunkan angka penyelundupan daging celeng yang banyak beredar, karena harapannya nanti masyarakat dapat memanfaatkan alat ini untuk deteksi adanya campuran daging celeng atau tidak," tambahnya.

Inovasi ketiga adalah inovasi metode non destruktif untuk deteksi dini larva lalat buah pada buah mangga. Ada dua alat yang sedang diteliti, yaitu teknik ultrasonik dan NIR Spectroscopy. Pada teknik ultrasonik alat akan mendeteksi kondisi fisik buah. Kondisi buah yang masih keras, lunak atau sudah berongga akan mempengaruhi karakteristik gelombang ultrasonik yang dapat menentukan buah mangga tersebut terserang lalat buah atau tidak.

Sementara NIR Spectroscopy alat akan mendeteksi kandungan kimia tertentu dari telur lalat buah yang akan terbaca dari pantulan gelombang elektromagnetik (NIR). Gelombang elektromagnetik ini akan terlihat dalam bentuk data spektra yang akan memunculkan pola yang khas apabila buah tersebut terserang lalat buah.

Dalam melakukan penelitian terhadap tiga inovasi teknologi biosensor tersebut, Barantan membentuk tiga tim yang bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, BATAN, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, Taman Margasatwa Ragunan, RS Hewan FKH IPB, PPS Ragunan, Ditpolsatwa Kelapa Dua Depok dll.

Barantan Jalin Kerjasama

Dalam pengambilan keputusan hasil pemeriksaan karantina petugas karantina mengedepankan scientific base. Oleh karenanya Barantan sangat fokus dalam meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia para petugas karantina yang bertugas. Salah satu upaya yang dilakukan Barantan dalam memfasilitasi peningkatan kompetensi SDM adalah dengan melakukan kerjasama dalam bidang Pendidikan dan Penelitian.

Pada kesempatan kali ini juga dilaksanakan penandatanganan perjanjian kerjasama (PKS) antara Pusat KKIP Barantan dengan Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor. PKS ini didasarkan pada Nota Kesepahaman antara Barantan dan IPB.

"Kami telah melakukan kerjasama pendidikan dan penelitian bersama IPB sejak tahun 2010. Kami yakin bersama dengan perguruan tinggi Barantan dapat mempertahankan prinsip scientific base dalam menentukan tindakan karantina yang dilakukan para petugas karantina di lapangan," pungkas Sujarwanto.

Narasumber :
1. drh. Sujarwanto, MM - Kepala Pusat KKIP Barantan
2. drh. Sriyanto, M.Si, Ph.D - Kepala Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian