Pacu Ekspor, Kementan Lakukan Kajian Kadar Nitrit SBW Siap Konsumsi Tujuan Tiongkok

Foto Berita

#RilisBarantan
Bekasi, 28 Desember 2020
No. 1236/R-Barantan/12.2020

Pacu Ekspor, Kementan Lakukan Kajian Kadar Nitrit SBW Siap Konsumsi Tujuan Tiongkok

Bekasi - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Karantina Pertanian Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) menguatkan langkah dalam menyusun strategi peningkatan ekspor komoditas pertanian, khususnya ekspor sarang burung walet (SBW) tujuan Tiongkok melalui Seminar secara virtual pada tanggal 23 Desember 2020 di BUTTMKP

Sebagai informasi, saat ini ekspor SBW asal Indonesia mampu menjadi pemasok terbesar di lima negara masing-masing adalah Singapura, Amerika Serikat, Taiwan, Hongkong dan Tiongkok. Dan khusus untuk pasar Tiongkok, otoritas karantina pertanian Cina melalui Minister of General Administration of Custom China (GACC) mempersyaratkan beberapa ketentuan tambahan gunan memenuhi unsur keberterimaannya.


Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan), Ali Jamil melalui keterangan tertulisnya (28/12). "Mau tidak mau, kita harus memenuhi persyaratan negara tujuan untuk menjamin bahwa komoditas pertanian Indonesia memiliki jaminan mutu sebelum tiba di negara tujuan," kata Jamil.

Menurut Jamil, persyaratan ekspor SBW ke Tiongkok diantaranya harus memenuhi kadar nitrit di bawah 30 ppm melalui proses pencucian di bawah air mengalir dan pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu. Namun, pihaknya mengaku untuk mendapatkan kadar nitrit di bawah 30 ppm terbilang sulit untuk diproduksi, tambahnya.


Karena itu, pihaknya mengusulkan penyesuaian standar kadar nitrit kepada pihak GACC yakni dengan dua kategori standar nitrit. Standar nitrit diusulkan yang diusulkan yaitu SBW dengan kadar nitrit 30 ppm untuk dikonsumsi balita dan ibu hamil, sedangkan SBW dengan kadar nitrit 80 – 100 ppm untuk dikonsumsi masyarakat umum, juga untuk masuk ke pabrik pengolahan makanan dan minuman, obat serta kosmetik. Mengacu pada dua kategori standar kadar nitrit tersebut, Jamil berharap usulan SBW dengan kadar nitrit 50-80 ppm dapat diekspor ke Tiongkok.


Penyesuaian Standar Kadar Nitrit SBW sebagai Syarat Ekspor

Secara terpisah, Kepala BUTTMKP, Wawan Sutian menyebutkan dari hasil kajian metode pengolahan dan penyajian SBW siap konsumsi untuk menurutkan kadar nitrit yang disampaikan oleh pejabat Medik Veteriner Karantina Pertanian Uji Terap, Dr. Julia Rosmaya bahwa telah dihasilkan proses pengolahan sarang burung walet, meliputi pembilasan, perendaman dan perebusan efektif menurunkan kadar nitrit hingga 99.46% dari kadar nitrit awal.


“Hasil ini membuktikan melalui proses pemasakan yang dilakukan masyarakat Tiongkok, kadar ppm nitrit turun hingga hampir nol, sehingga jika kita ekspor SBW dengan kadar nitrit 80 ppm masih aman untuk dikonsumsi,” tambah Wawan lagi.


Sebagai informasi kajian ini telah dilakukan sebelumnya di tahun 2013 dan 2019, dan masih terus berlanjut di tahun ini.

Adapun standard batas maksimal nitrit pada SBW di Indonesia adalah 200 mg/kg (BPOM, 2012), sementara untuk Tiongkok mempersyaratkan 30 ppm bagi SBW yang akan masuk ke negaranya. Sehingga diperlukan proses produksi termasuk metode pencucian yang dapat menurunkan kadar nitrit sampai di bawah 30 ppm tanpa mengurangi kualitas sarang burung walet. Untuk itu guna memberikan dukungan teknis bagi pelaku usaha maka pengujian kadar nitrit pada SBW ini dilakukan. Metode yang dilakukan melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan penyebaran kuesioner pada produsen dan eksportir SBW untuk mengetahui pola konsumsi SBW masyarakat Tiongkok, hingga pengujian di laboratorium.

Harmonisasi Aturan dan Protokol Ekspor
Sejalan dengan arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL-red) melalui program strategis Kementan yaitu upaya peningkatan ekspor komoditas pertanian, Ali Jamil bersama jajarannya terus melakukan berbagai langkah operasional, salah satunya dengan melakukan harmonisasi aturan dan protokol ekspor negara tujuan.

“Ini tugas kami untuk melakukan pendampingan dalam pemenuhan persyaratan sanitari dan fitosanitari, salah satunya dengan melakukan kajian uji terap teknik dan metode perkarantinaan pada tiap komoditas pertanian yang akan diekspor. Jika ada hambatan segera kami tindaklanjuti secara teknis juga melalui diplomasi pertanian. Kerja ini tentunya tidak dapat dilakukan sendiri namun bersinergi dengan direktorat jenderal teknis di lingkup Kementan, instansi terkait, pelaku usaha, petani termasuk atase pertanian kita diluar negeri, ” pungkas Jamil.

Narahubung:
drh. Wawan Sutian, M.Si – Kepala Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian