Jakarta – Deputi Bidang Karantina Hewan, Sriyanto membuka kegiatan the Harmonization of Foot and Mouth Disease Laboratory Testing in Indonesia pada Selasa (22/10) di Balai Besar Uji Standar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Karantina Uji Standar). Kegiatan ini merupakan kerjasama Food and Agricultural (FAO) Indonesia dengan Badan Karantina Indonesia (Barantin) dalam kerangka Technical Cooperation Programme “Support for Improving Biosecurity System” (TCP/INS/3906).

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 22-24 Oktober 2024 diikuti oleh penanggung jawab laboratorium karantina hewan yang berasal dari 38 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lingkup Barantin. Turut hadir, Direktur Standar Karantina Hewan selaku National Project Coordinator TCP-FAO, National Consultant TCP/INS/3906, Direktur Tindakan Karantina Hewan, Assistant FAO Representative–Programme, Ketua Tim Kerja Lingkup Kedeputian Karantina Hewan. Serta menghadirkan narasumber dari Regional Reference Laboratory for Foot and Mouth Disease in SEA Pakchong, Nakhonratchasima Thailand, Balai Besar Veteriner Farma, Karantina Uji Standar, dan dari Kedeputian Karantina Hewan.

“Menjadi tantangan Karantina Indonesia untuk melindungi sumber daya alam terutama dari hama penyakit, khususnya hama penyakit hewan. Untuk itu performa laboratorium karantina ke depan harus selaras dengan standar-standar internasional, sehingga hasil uji lab karantina Indonesia bisa diakui dan terbukti secara ilmiah,” ujar Sriyanto dalam kata sambutannya. Sriyanto juga menambahkan agar para peserta dapat memanfaatkan waktu pelatihan sebaik-baiknya karena kegiatan ini sebagai upaya bersama untuk terus memperkuat peran dan fungsi Barantin dalam melakukan pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan ke Indonesia.

Sementara itu, Assistant FAO Representative-Programme, Ageng Herianto, dalam kata sambutannya menyampaikan pentingnya kegiatan ini untuk memperkuat kekarantinaan Indonesia, khususnya karantina hewan, mengingat karantina adalah bagian dari ketahanan nasional, sebagai garda terdepan untuk mendeteksi, melakukan tindakan karantina yang memadai sehingga pemasukan penyakit hewan zoonosis baik di pre-border, border maupun post border bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Wisnu Wasisa Putra, Direktur Standard Karantina Hewan selaku National Coordinator TCP-FAO, melaporkan perkembangan dan hasil beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan bekerjasama dengan FAO dalam kerangka TCP/FAO. Menurutnya, outcome yang ingin diperoleh melalui kerjasama FAO dan Barantin adalah Karantina Indonesia mempunyai kemampuan nasional untuk mencegah, mendeteksi, mengontrol, dan merespon penyakit zoonosis, termasuk ancaman kesehatan yang diperkuat dengan sistem biosecurity.

Kegiatan Harmonisasi Laboratorium Karantina Hewan Indonesia dalam Deteksi FMD ini sejalan dengan program prioritas Barantina 2024 salah satunya Revitalisasi Laboratorium. Laboratorium memegang peran yang sangat penting dalam peneguhan diagnosa untuk melakukan tindakan karantina hewan yang akan dilakukan selanjutnya melalui pengujian laboratorium. Indonesia sudah dinyatakan bebas dari PMK 100 tahun yang lalu, namun pada tahun 2022 ditemukan lagi wabah PMK di Indonesia. Atas pertimbangan itulah pengujian laboratorium karantina perlu diperkuat. Hasil identifikasi Barantin di tahun 2022, terdapat 33 laboratorium UPT Karantina yang telah mempunyai kemampuan untuk mendeteksi PMK baik menggunakan metode ELISA maupun PCR.

Melalui beberapa narasumber, peserta memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya harmonisasi pengujian diaknostik FMD menggunakan ELISA dan PCR baik ditingkat nasional maupun regional, termasuk strategi, implementasi dan tantangan yang dihadapi, serta bagaimana mekanisme dan metode pengujian FMD menggunakan ELISA dan PCR di kedua negara.

Di hari kedua dan ketiga, seluruh peserta melakukan praktik pengujian FMD di Laboratorium Karantina Hewan, dengan menggunakan metode pengujian ELISA mulai dari proses preparasi sampel, pengujian, serta pembacaan dan analisis hasil pengujian ELISA., dan dengan metode PCR mulai dari preparasi dan ekstraksi sampel, persiapan reagen PCR mix/mastermix, amplifikasi, sampai pembacaan dan analisis hasil pada mesin Real-Time PCR.

Diakhir kegiatan, Sri Endah Ekandari, Ketua Tim Kerja Tindakan Karantina Hewan Ekspor dan Antar Area selaku Acting National Coordinator TCP-FAO menyampaikan ringkasan dan tindak lanjut pelatihan yang harus dilakukan oleh peserta di UPT masing-masing.

Menutup kegiatan, Risma J.P Silitonga, Ketua Tim Pelayanan Pengujian selaku Pelaksana Tugas Kepala Karantina Uji Standar berharap agar melalui kegiatan ini semua peserta dapat mengimplementasikan pengujiannya di tempat tugas masing-masing. “Aplikasikan ilmu yang didapat, sehingga dalam melakukan pengujian diperoleh akurasi diagnostik yang baik, artinya yang dilakukan di setiap lab karantina hasilnya adalah sama, dan ini tentunya juga akan meningkatkan kompetensi personil kita dan mengurangi terjadinya bias atau variasi data. Dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pelanggan khususnya dalam pengakuan secara eksternal bahwa lab karantina sudah dapat melakukan standar atau harmonisasi dengan pengujian di lab lainnya,” ujar Risma.

Risma juga menyampaikan kegiatan Harmonisasi ini sangat baik dan ke depan kerjasama akan ditingkatkan kembali terkait pelaksanaan uji profisiensi terhadap pengujian PMK, dengan demikian pengujian yang dilakukan Karantina Uji Standar maupun oleh lab karantina lainnya bisa sejajar dengan lab internasional, khususnya sebagai lab rujukan.

Kerjasama dengan FAO Indonesia, Barantin Lakukan Harmonisasi Lab Karantina Hewan di Indonesia