Era Open Sky, Banun Setarakan Posisi Barantan dalam CIQS

Foto Berita

Jakarta – Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian memfokuskan sinergitas Barantan terkait manfaat regulasi Fasilitasi (FAL) Udara di seluruh bandara Indonesia dengan instansi terkait. "Sebenarnya sudah harus menjadi fokus kita dan diperjuangkan agar bisa bersinergi, dan bisa mendapatkan manfaat dari regulasi FAL," ungkap Banun saat berikan arahan di Temu Koordinasi dan Evaluasi Fasilitas (FAL) Udara UPT Karantina Pertanian (12/11).

Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 61 Tahun 2015 tentang Fasilitasi (FAL) Udara merupakan rangkaian kegiatan di bidang penerbangan sipil internasional untuk mendukung kelancaran pergerakan pesawat udara, awak pesawat, penumpang dan barang, kargo, pos dan barang perbekalan pesawat serta dokumen di bandar udara internasional. Untuk mendukung Fasilitasi (FAL) Udara, maka diberlakukan program Fasilitasi (FAL) Udara Nasional. Tujuan Fasilitasi (FAL) Udara Nasional tersebut untuk memfasilitasi pergerakan pesawat udara, awak pesawat, penumpang, barang, kargo, pos, dan barang persediaan (store) pesawat, tanpa hambatan dan penundaan yang tidak perlu.

Banun mengaku, fasilitas seperti ini di pelabuhan sudah dilakukan, namun untuk bandara masih terus diupayakan. "Saat ini kita sudah berada dalam era open sky dengan Asean, internasional, sudah semakin banyak wilayah yang menjadi bandara internasional dan tidak bisa lepas dari pelayanan yang sifatnya internasional," tuturnya. Hal tersebut mendorong pihaknya untuk terus menerus memenuhi tantangan, meningkatkan ketajaman dalam rangka meningkatkan manajemen resiko HPHK dan OPTK. Termasuk penempatan petugas sesuai dengan kondisi di lapangan.

Menurut Banun ini tidak sekedar sarana dan prasarana, namun juga terkait konsekuensi dari manajemen resiko yang harus dijalankan. Selain itu perlu menyesuaikan dengan kenyataan bahwa kondisi organisasi yang beragam tingkatannya, serta perkembangan dari kebijakan nasional dan internasional dalam perhubungan udara (penerbangan). "Karena kita berada di lingkungan dengan tingkat resiko yang tinggi, pemerintah menetapkan menjadi bandara internasional, hal ini berarti resikonya semakin tinggi bagi kita. Kita itu pemeriksa, pengawas, karena itu kita harus memiliki standar domestik maupun internasional. Tidak hanya sarana dan prasarana tapi juga tindakan karantina," tambahnya.

Selanjutnya Arifin menjelaskan bahwa ini merupakan implementasi dari ketentuan IKAU, ANEX 9 dan ANEX Fasilitas tentang Artikel Chapter 6, dan UU No 1, kewajiban operator bandara untuk memfasilitasi semua lembaga yang ada di bandara khususnya CIQS, oleh karena itu kedudukan barantan harus setara dengan unsur – unsur lainnya, di karantina kesehatan, karantina pertanian (hewan dan tumbuhan) dan karantina ikan, bea cukai serta imigrasi. Harus selevel karena merupakan bagian dari CIQS. "Selama ini barantan belum tersentuh banyak seperti yang diarahkan Kepala Badan, terkait standarisasi, baik sarana dan prasarana, SDM dan SOP di tiap bandara yang memiliki akses internasional," ungkapnya.

Selanjutnya seluruh permasalahan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Pertanian akan ditampung, kemudian akan dibentuk tim terpadu untuk memilah-milah dari aspek regulasi, SDM, sarana dan prasarana, serta klasterisasi bandara. Hal ini agar tindakan karantina di bandara dapat semaksimal mungkin dilakukan oleh petugas, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan nyaman, efektif dan efisien. (pkd)