Kementan Ajak Pemprov NTB Pacu Ekspor Produk Pertanian

Foto Berita

Mataram - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) Mataram, NTB mencatat nilai ekspor Sarang Burung Walet (SBW) selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Ekspor ini terutama masuk ke negara Singapura dan Hongkong.

"Tahun 2016 ekspor SBW senilai Rp 24 juta. Lalu pada tahun 2017 meningkat Rp 48 juta. Kemudian pada tahun 2018 meningkat lagi jadi Rp 455 juta, meski sebenarnya potensi ekspor asal Lombok lebih besar dari kenyataan ekspor langsung itu," ujar Kepala Barantan Kementan, Ali Jamil saat melepas ekspor komoditas pertanian di Kantor Pos Mataram, Kamis (9/5).

Ali mengatakan jika melihat data lalulintas area Lombok ke Surabaya, maka di sana terdapat frekuensi pengiriman SBW untuk bahan baku ekspor ke Tiongkok dengan nilai yang sangat besar. Bahkan pada tahun 2016 nilainya mencapai 30,28 milyar, tahun 2017  36,512 milyar dan tahun 2018 nilainya mencapai 20,896 milyar.

"Yang seharusnya jumlah uang itu menjadi PAD Propinsi NTB. Namun karena mereka belum bisa menembus pasar Tiongkok secara langsung, maka uangnya jadi milik daerah lain. Inilah yang kami sayangkan," katanya.

Karena itu, kata Ali, Kementan melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengajak Pemerintah Propinsi NTB untuk mendorong adanya investor untuk membangun rumah produksi walet di Lombok sebagai syarat memenuhi protokol karantina pasar Tiongkok.

Sementara ini, berdasarkan IQFAST Karantina Pertanian Mataram, data lalulintas ekspor pada kuartal pertama 2019 mencapai Rp 318,6 juta. Angka itu mencakup sarang burung walet senilai Rp 176,5 juta, kerajinan rotan senilai Rp 64,6 juta, kerajinan bambu Rp 52,1 juta dan lain-lain senilai Rp 25,3 juta.

"Nah, untuk meningkatkan jumlah ekspor ini, maka kita perlu memberi perhatian dan langkah khusus untuk komoditas pertanian pulau Lombok. Apalagi jumlah saat ini mencapai Rp 3,9 milyar yang berasal dari ekspor manggis Rp 3,6 milyar; melon Rp 254 juta, sarang burung walet Rp 96 juta, dan bambu Rp 20,8 juta," katanya.

Sebagaimana data domestik antar area, SBW dan buah manggis dari Lombok ternyata banyak dikirim ke Pulau Bali dan Surabaya. Ini tentu saja menunjukan adanya kemungkinan manggis Lombok di ekspor ke negara Vietnam melalui Bali. Terlebih, Pulau Bali sudah memiliki rumah kemas yang terintegrasi sebagai salah satu syarat bisa diterima di pasar Tiongkok.

"Masalahnya di Lombok ini belum memiliki packing house (rumah kemas). Sekali lagi kami mengajak Pemerintah Provinsi untuk dapat memfasiltasi para investor atau eksportir manggis agar membangun rumah kemas di pulau Lombok, sehingga kita bisa kembali ekspor manggis langsung dari sini" katanya.

Sekedar diketahui, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki dua pulau yang berpotensi mampu mengekspor komoditas pertanian besar. Kedua pulau itu adalah Lombok dan pulau Sumbawa Besar.

Di sana, nilai total ekspor komoditas pertanian tahun 2018 mencapai Rp 4,7 milyar dengan komoditas yang didominasi buah manggis. Buah tersebut nyatanya dikirim ke negara Vietnam dengan nilai ekspor Rp 3,6 milyar.

"Sebenarnya Karantina Pertanian Mataram dapat membantu petani lokal dengan bimbingan teknis rumah produksi walet dan rumah kemas manggis yang sesuai dengan syarat protokol karantina negara Tiongkok, namun hal ini tidak dapat dilakukan karena tidak ada kerjasama dari pihak Pemerintah Propinsi NTB yang dapat menggandeng investor," katanya.

Mengenai hal ini, Sekretaris Daerah NTB, Rosyadi Husaeni Sayuti mendukung penuh upaya pemerintah dalam program akselerasi ekspor yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian.

"Dukungan ini akan kami buktikan dengan menyediakan lahan yang dapat digunakan untuk membangun rumah kemas manggis. Begitupun dengan rumah produksi walet, dalam waktu dekat kami akan carikan investor yang mau berinvestasi di Lombok," katanya.

Sementara itu, Kepala Karantina Pertanian Mataram, Arinaung Siregar menyatakan bahwa total komoditas pertanian yang diekspor secara langsung pada tahun ini mencapai Rp 74,2 juta. Angka tersebut terbagi untuk tempurung kelapa tujuan Norwagia sebesar Rp 54,4 juta, tas rotan tujuan Prancis dan Philipina senilai Rp 12 juta, sedotan bambu tujuan Swiss senilai Rp 2,3 juta dan sarang burung walet tujuan Netherland senilai Rp 5,5 juta.

"Ada juga sarang burung walet yang dikirim ke Jakarta untuk diekspor ke Tiongkok melalui Bandara Soekarno Hatta," tutupnya.